Home
Fiction
Tuberculosis
Ketika Tubuh Bicara : Kisah Rahman dan TBC
tbc, tuberculosis



List Kesehatan
- Ketika Tubuh Bicara : Kisah Rahman dan TBC (Sebuah Cerita Fiksi tentang Kesehatan)

Faktor Risiko TBC


Rahman bukanlah orang yang asing dengan kerja keras. Sejak muda, ia sudah terbiasa mengayuh sepeda onthel keliling kampung untuk menjual sayur milik ibunya. Setelah dewasa, ia bekerja sebagai kuli bangunan. 

Panas terik, debu, dan asap rokok dari rekan-rekannya sudah jadi teman sehari-hari. Rahman jarang mengeluh, meskipun tubuhnya sering terasa lelah. 

“Namanya juga cari makan,” begitu jawabnya tiap kali istrinya, Siti, menyuruhnya istirahat lebih banyak. 

Gejala TBC


Beberapa bulan terakhir, Rahman mulai merasa ada yang tak beres. Batuknya tak kunjung berhenti. Awalnya ia kira cuma batuk biasa, mungkin karena debu semen atau asap rokok dari pekerja lain. 

Tapi batuk itu makin parah. Sudah lebih dari dua minggu, bahkan kadang bercampur darah. Dadanya sering nyeri, napasnya sesak, tubuhnya lemas. Berat badannya turun drastis. 

“Bang, kenapa makin kurus aja? Makan susah, ya?” tanya Siti sambil khawatir. 

Rahman hanya tersenyum tipis, mencoba menutupi rasa takut yang makin besar. 

Suatu malam, Rahman terbangun karena keringat dingin membasahi seluruh tubuhnya. Ia menggigil, lalu demam tinggi. 

Siti panik. “Kita harus ke puskesmas besok, Bang. Ini nggak bisa dibiarkan.” 

Rahman akhirnya menurut, meski hatinya diliputi cemas. 

Di Puskesmas Keesokan harinya, Rahman diperiksa oleh dokter. Setelah mendengar keluhannya, dokter langsung curiga. 

“Pak Rahman, saya sarankan untuk tes dahak. Kita perlu pastikan apakah ini tuberkulosis atau bukan.” Rahman terdiam. 

Kata “TBC” membuatnya bergidik. Ia pernah dengar, TBC itu penyakit menular dan berbahaya. 

“Tapi Dok, apa saya bisa sembuh?” tanyanya pelan. 

Dokter tersenyum menenangkan. “Bisa, asal Bapak disiplin minum obat enam bulan sampai tuntas. Jangan putus di tengah jalan.” 

Pengobatan TBC


Hasil tes dahak keluar: Rahman positif TBC paru. Dunia serasa runtuh baginya. Ia takut menulari Siti dan kedua anaknya. 

Dokter menjelaskan, “Bapak harus segera mulai pengobatan. Sambil itu, jaga etika batuk, gunakan masker, dan tidur terpisah dulu sementara waktu. Dengan begitu, risiko menular bisa kita tekan.” 

Hari-hari Sulit Rahman mulai minum obat: kombinasi isoniazid, rifampin, ethambutol, dan pyrazinamide. 

Dokter berpesan: harus diminum setiap hari di jam yang sama. 

Awalnya Rahman merasa mual, kadang perutnya perih. Ada hari-hari di mana ia ingin berhenti saja karena tubuhnya makin lemah. 

Tapi ia ingat kata dokter: kalau berhenti sebelum waktunya, kuman bisa kebal obat, dan pengobatan akan lebih sulit. 

Siti menjadi penyemangat terbesarnya. “Bang, ingat anak-anak. Kita harus kuat bareng-bareng.” Ia selalu menyiapkan makanan bergizi meski sederhana: sayur bening, tempe goreng, kadang telur rebus. 

“Yang penting abang makan. Jangan biarkan kuman menang.” 

Tetangga sempat berbisik-bisik, ada yang menjauh. Mereka takut tertular. Rahman merasa sedih, tapi ia tahu itu karena mereka kurang paham. 

“Ya sudahlah, nanti kalau saya sembuh, mereka pasti ngerti,” pikirnya. 

Penyebab TBC


Belajar tentang Penyakitnya Setiap kali kontrol, dokter menjelaskan sedikit demi sedikit tentang TBC. Rahman baru tahu bahwa bakteri Mycobacterium tuberculosis bisa menyebar lewat udara, saat orang yang sakit batuk atau bersin. 

Ia juga tahu bahwa ada dua jenis TBC: laten dan aktif. 

“Kalau laten, kumannya tidur, nggak bikin gejala, dan nggak menular. Kalau aktif, seperti Bapak sekarang, kumannya bangun dan bikin sakit. Itu yang harus diobati,” jelas dokter. 

Rahman juga kaget mendengar bahwa TBC bisa menyerang organ lain selain paru-paru: ginjal, tulang, bahkan otak. “Makanya penting segera diobati,” kata dokter lagi. 

Penjelasan itu membuat Rahman semakin bertekad untuk sembuh. 

Perjuangan Melawan TBC


Perjuangan yang Panjang Bulan demi bulan berjalan. Batuk Rahman mulai berkurang, demam sudah jarang, dan berat badannya pelan-pelan naik lagi. 

Meski gejala membaik, Rahman masih harus melanjutkan pengobatan. Setiap hari, ia menelan obat berwarna merah-oranye yang membuat urine-nya berubah warna. 

Kadang ia bercanda, “Warna pipis kayak jus tomat, ya, Sit?” Mereka tertawa kecil, mencoba menertawakan kesulitan. 

Anak-anak pun mulai terbiasa melihat ayah mereka pakai masker. “Ayah sembuh ya, biar bisa main bola lagi sama kami,” kata si bungsu suatu hari. 

Rahman mengangguk, matanya berkaca-kaca. Anak-anaklah yang membuatnya bertahan. 

Harapan Baru Enam bulan kemudian, Rahman kembali ke puskesmas untuk evaluasi akhir. Tes dahak menunjukkan hasil negatif. 

Dokter tersenyum lebar. “Selamat, Pak Rahman, Bapak sudah sembuh dari TBC. Tapi ingat, tetap jaga kesehatan, makan teratur, dan jangan lupa olahraga ringan.” 

Rahman menghela napas lega. Perjuangan panjangnya akhirnya membuahkan hasil. Ia sadar, tanpa disiplin minum obat dan dukungan keluarga, mungkin ia tak akan sampai di titik ini. 

Kini, Rahman justru menjadi orang yang suka berbagi cerita. Ia bercerita ke tetangga atau teman kerjanya tentang betapa pentingnya mengenali gejala TBC: batuk lebih dari dua minggu, keluar darah, lemas, demam, keringat malam, dan berat badan turun. 

“Kalau ada gejala kayak gitu, jangan ditunda. Langsung periksa. TBC bisa disembuhkan asal cepat ditangani,” pesannya. 

Penutup Kisah Rahman adalah gambaran nyata banyak orang di Indonesia yang berjuang melawan TBC. Penyakit ini memang masih menjadi masalah besar, terutama di usia produktif. 

Dengan pengetahuan yang cukup, disiplin pengobatan, serta dukungan orang terdekat, TBC bukanlah akhir dari segalanya. 

Rahman kini kembali bekerja, meski lebih hati-hati menjaga kesehatan. 

Ia berhenti merokok, mulai tidur lebih teratur, dan rajin ikut gotong royong kampung. 

“Kalau badan sehat, kerja juga lebih enak,” ujarnya sambil tersenyum lebar. 

TBC telah mengajarkan Rahman bahwa kesehatan adalah anugerah yang harus dijaga. Dan di balik penyakit, selalu ada harapan untuk sembuh, asal tidak menyerah.


"Kesembuhan bukan datang dari obat saja, tapi juga dari keyakinan untuk tidak menyerah terhadap penyakit TBC."


Referensi :

Web MD. 2023. Tuberculosis

Mayo Clinic. 2023. Tuberculosis

Tuberculosis Kementerian Kesehatan. 2023. Cara Minum Obat TBC yg Baik & Benar 

Image :

Pixabay - pisauikan


#Tuberkulosis
#TBParu
#LawanTBC
#AyoCegahTBC
#StopTBC
#SehatTanpaTBC
#PeduliTBC
#HidupSehat
#KesehatanParu
#BatukLebih2Minggu
#PeriksaTBC
#ObatiTBC
#TBCBisaSembuh
#SehatBersama
#CeritaFiksiKesehatan



No comments